Peti Sepatu

Yong Dollah melanjutkan kisahnya.

Tuan-tuan belum pernah dengar tapi tentu ada yang sudah terjadi. Tuan-tuan tahu? Waktu kapal Yong beraada di negeri Jepun itu, beberapa lamanya. Sudah itu, kapten memerintahkan semua anak klasi berkumpul, tak boleh ada yang tinggal satu orang pun. Sibuklah kami saling memberi tahu kawan, supaya tidak tetinggal.

Dari Yokohama Jepun, kapal Yong berlayar lagi menunju negeri Vancofer. Di dalam belayar menuju Vancofer itu, masih saja Yong menjadi Steurman II. Semua anak klasi turut perintah apa kata kapten kapal. Belayar kata kapten, maka belayarlah kita.  Awak  kontrek, harus mengikut kata peerintah.

Sudah satu malam satu siang belayar, hutan tepi tak tampak lagi. Semata-mata air, angin, dan gelombang. Kalau lapar perut makan, penant duduk goleng. Yong daripada goleng-goleng, yong buat kerja, ada juga manfaatnya.

Pendengar: “Kerja apa yang dapat dibuat, Yong, di tengah laut luas itu?”

Yong Dollah: “Banyak, Dik. Waktu itu, Yong asah pisau kelasi, lap sepatu, bersiap-siap kalau nanti naik ke darat sudah tak payah lagi.”

Sudah kira-kira berlayar sekian mil laut, tiba-tiba Yong terkejut sebab, telegraf (maksudnya telepon) berbunyi bertalu-talu. Yong bergegas keluar dari kamar. Rupa-rupanya datang perintah dari Kapten. Yong dengar sungguh-sungguh, rupa-rupanya perintah itu ditujukan kepada Yong.

Kapten: “Sich Dollah, ada apa di muka sana, cuba periksa?”

Mendengar itu tak lengah lagi, Yong pun langsung suruh semua kelasi memeriksa sesuatu yang terapung jauh di depan kapal. Kapal Yong  tetap mengarahkan haluan menuju pada benda itu. Dengan bersusah payah kapal merapat pada peti yang ada di tengah laut besar itu. Setelah para klasi mengamati dan mengeker (meneropong) benda terapung itu, rupanya Dik, sebuah peti. Peti itu besar jugalah. Lalu Yong perintahkan anak klasi mengambil. Diangkatlah naik peti itu ke tengah geladak kapal. Kapten perintah periksa peti itu. Setelah diperiksa, lalu Yong laporkan kepada Kapten.

Kapten: “Bagaimana Sich Dollah?”

Yong Dollah: “Peti, Tuan!”

Kapten: “Bukak! Tengok apa isinya!”

Yong Dollah: “Baik, Tuan!”

Lalu, Yong memerintahkan anak klasi yang mengangkat peti tadi untuk membukak dan memeriksanya.

Yong Dollah: “Bukak-punya bukak, periksa punya periksa, rupa-rupanya, apa kalau Adik, tahu? Entah masuk akal entah tidak, sudah dibukak peti itu, Dik!”

Kapten: “Bagaimana, Sich Dollah!”

Yong Dollah: “Kapten!, Sepatu, Ten! Tapi, kiri semuanya!”

Kapten: “Sepatu! Kiri semuanya! Lego! (buang saja).”

Yong Dollah: “Baik, Tuan!”

Waktu itu, Yong pun tidak berpikir panjang lagi. Langsung saja menjalankan perintah Kapten. Maka, Yong perintah anak klasik untuk membuang peti itu ke laut.

Yong Dollah: “Tapi itulah. Tuan-tuan tahu? Kalau tuan-tuan tahu tentu sama dengan pikiran Yong.”

Berlayarlah kapal Yong melanjutkan perjalanan. Sudah beberpa jam lamanya, sudah beberapa mil laut, tiba-tiba haluan kapal mengarah kepada suatu benda terapung di tengah laut luas. Sekali  lagi, bertemu benda yang sama dengan peti tadi. Memang, sebuah  peti yang sama dengan yang pertama ditemui. Kembali, Kapten memanggil Yong.

Kapten: “Sich Dollah, cuba periksa lagi, benda apa gerangan yang terapung itu!”

Yong Dollah: “Siap, Kapten!

Seperti benda yang pertama tadilah. Sudah dekat kapal dengan benda itu, maka Yong suruh kembali anak klasi untuk mengangkat benda terapung itu. Sudah dinaikkan ke gladak, barulah Yong lapor kepada kapten.

Yong Dollah: “Peti, Tuan! Sama dengan yang sudah di lego tadi”

Kapten: “Apa isi yang ada di dalamnya!”

Yong Dollah: “Sepatu, Tuan. Sama seperti yang tadi, tapi kanan semuanya Tuan.”

Kapten: “Kalau itu, lego saja!”

Yong Dollah: “Baik, Tuan!”

Maka kembali Yong suruh anak klasi menghumbankan (melemparkan) benda itu ke laut. Sekali lagi, kami semua tercengang di tambah dengan kesal hati.

Pendengar: “Kenapa kesal Yong?”

Yong Dollah: “Bagaimana tidak kesal, Dik, Kalaulah Yong tahu akan bertemu dengan peti yang kemudian berisi kalut (sepatu) sebelah kanan, tentulah yang kotak pertama tadi tidak Yong  buang ke laut. Tentulah sudah banyak kalut Yong, tidak sepeti yang Yong pakai sekarang ini. Tengok, ini Dik, ha dah rabak (koyak)

“Ya apa boleh buat!” kata kapten Yong, kepada kami semua. Kami tak dapat berbuat apa-apa, hanya kesal saja. Kapal pun belayarlah, terus menuju ke Vancofer dengan kecepatan maksimal.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *