Sejarah Pembentukan Provinsi Riau

Akhirnya, melalui Undang-undang Darurat No.19 tahun 1957 tanggal 9 Agustus tahun 1957 yang ditandatangani Presiden Soekarno di Bali, Provinsi Riau didirikan. Tetapi karena berbagai pertimbangan keamanan dan pembangunan waktu itu, seiringan dengan pembrontakan Perlawanan Revolusionir Rakyat Indonesia (PRRI) yang digerakkan dari Padang, Tanjungpinang ditetapkan sebagai ibu kota Provinsi Riau. Gubernur pertama adalah Mr S.M. Amin, dilantik tanggal 5 Maret 1958 di Tanjungpinang. Provinsi ini pertama meliputi empat kabupaten yakni Kepulauan Riau, Kampar, Indragiri, dan Bengkalis, dengan wilayah yang luas sampai sampai ke Laut Cina Selatan, memiliki sekitar 3.000 pulau. Ibu kota Provinsi Riau, baru dipindahkan ke Pekanbaru pada tahun 1960.

Provinsi Riau terus berkembang. Kini Riau memiliki 12 kabupaten/ kota. Cuma sekarang, Riau awal sudah tidak utuh lagi, menyusul dikembangkannya Kabupaten Kepulauan Riau menjadi provinsi tersendiri tahun 2004. Adapun mereka yang menjadi Gubernur Riau adalah sebagai berikut: 1. S.M. Amin (1958-1960), 2. Kaharudin Nasution (1960- 1966), 3. Arifin Achmad (1966-1978), 4. R. Subrantas Siswanto (1978- 1980), 5. Prapto Prayitno (1980), 6. Imam Munandar (1988), 7. Baharudin Yusuf (1988), 8. Atar Sibero (1988), 9. Soeripto(1988-1998), 10. Saleh Djasit (1998-2003), 11. Rusli Zainal (2003-2008), 12. Wan Abu Bakar (2008), 13. Rusli Zainal (2008 – 2013), Anas Maamun (2014-2016), dan Arsyadjualiandi Rachman (2016-2018).

Bacaan Lainnya

Diiringi dengan berbagai kekurangan, jelaslah Riau hari ini lebih maju dibandingkan saat masih berstatus sebagai keresidenan dalam Provinsi Sumatera Tengah. Jumlah SMP di Riau tahun 1950-an hanya empat unit, pada tahun 2013 sudah berjumlah 934 unit (Badan Pusat Statistik Provinsi Riau, 2013: 102). Luas perkebunan kelapa 521.792 hektar, kebun karet 500.851 hektar. Kebun sawit sekitar 2,3 juta hektar yang dikembangkan tahun 1980-an atau setelah sekitar satu generasi berdirinya Provinsi Riau (ibid, 196), merupakan perkebunan sawit terluas di Indonesia.  

Ketika Gubernur Riau dijabat Saleh Djasit (1998-2003), semua komponen Riau bersatu untuk menjadikan Riau sebagai pusat ekonomi dan kebudayaan Melayu dalam masyarakat yang agamis di Asia Tenggara tahun 2020, dituangkan dalam Peraturan daerah (Perda) No.36 tahun 1999. Semangat ini pada hakikatnya mengaktualkan landasan awal berdirinya Provinsi Riau, bahkan merupakan jawaban atas tantangan perkembangan kesejagatan. Menurut pakar futuristik, manusia kini memang berusaha mencari jati dirinya yang hanya bisa diperlihatkan oleh agama dan tradisi. Melayu sendiri mengidentikkan dirinya sebagai Islam, terkenal melalui ungkapan adat. “adat bersendikan syarak, syarak bersendikan kitabullah.”

Rujukan:
Taufik Ikram Jamil, dkk. 2018. Buku Sumber Pegangan Guru. Pekanbaru: LAMR

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *