Sejarah Pembentukan Provinsi Riau

Pada awal kemerdekaaan, Riau tergabung dalam Provinsi Sumatra yang beribukota di Medan. Pada saat pemekaran Provinsi Sumatra, Riau dimasukkan ke dalam Provinsi Sumatra Tengah yang berpusat di Bukittinggi. Provinsi ini terdiri atas tiga keresidenan yakni Riau, Jambi, dan Sumatra Barat.

Ide pembentukan Provinsi Riau berangkat dari kesadaran bahwa Keresidenan Riau memiliki kemampuan tersendiri dipandang dari berbagai sudut baik ekonomi maupun sejarah. Hal ini seiringan dengan kecenderungan nasional untuk membangun setelah persoalan ekternal berakhir, misalnya melalui pengakuan Belanda terhadap kedaulatan RI yang tercatat dua kali melakukan agresi ke wilayah kawasan yang enyatakan kemerdekaan 17 Agustus 1945.

Bacaan Lainnya

Dalam bidang ekonomi, Riau pada waktu itu (tahun 1951) telah memiliki luas kebun kelapa 291.331, sedangkan di Sumatera Barat hanya 28.000 hektar dan Jambi 188.600 hektar. Perkebunan karet di Riau adalah 182.572 hektar, sedangkan di Sumbar 25.000 hektar. Tanaman pinang di Riau sekitar 10.000 hektar yang tidak dijumpai di Sumatera Barat dan hanya sedikit di Jambi sekitar 300 hektar. Apalagi produksi laut Riau tahun 1952 yang dari Bengkalis saja telah mencapai 15 juta ton. Begitu pula minyak bumi Riau yang pada tahun 1954 telah mencapai 43.000 barrel per hari (Taufik Ikram Jamil, dkk., 2003: 34).

Sebaliknya, pembangunan di Riau amat sedikit. Sebagai contoh adalah pendidikan. Pada tahun 1950-an, di Provinsi Sumatera Tengah, terdapat 27 SMP Negeri (SMPN), tetapi hanya empat SMPN saja yang berada di Keresidenan Riau, selebihnya yakni 21 SMPN berada di Sumatera Barat, dan dua SMPN lagi di Jambi. Begitu juga Sekolah Teknik (ST) dan Sekolah Teknik Menengah (STM) yang se-Sumatera Tengah berjumlah  14 sekolah, hanya satu sekolah berada di Riau dan Jambi, sedangkan selebihnya di Sumatera Barat (ibid).

Begitulah diskusi-diskusi terutama berkaitan dengan kebudayaan kerap dilaksanakan di Tanjungpinang. Sampai kemudian tanggal 16 Maret 1953, terbentuk Panitia Kongres Rakyat Kepulauan Riau. Cuma saja, kongres yang dimaksud tidak sampai terjadi. Pasalnya, berbagai kabupaten lain di Keresidenan Riau seperti Inderagiri, Bengkalis, dan Kampar, juga ingin ikut serta dalam kongres tersebut, karena meski menyebut hanya Kepulauan Riau, konres tentu saja membicarakan rakyat se-Keresidenan Riau. Belum lagi tempat pelaksanaan yang seharusnya melibatkan semua elemen Keresidenan Riau dengan memakai mata uang yang dipakai sebagian besar masyarakat Riau yakni rupiah, tidak hanya dollar sebagaimana hanya dipakai masyarakat Kepulauan Riau.

Sebaliknya patut diakui, ide dan gumpalan pemikiran dari Kepulauan Riau itulah yang membahanakan nama Provinsi Riau yang terlepas dari Sumatera Tengah. Konferensi Partai Nasional Indonesia (PNI) Riau yang dilaksanakan di Rengat pada bulan Maret 1953 misalnya, sudah menyebutkan nama pemerintahan tersebut. Suara ini semakin lantang dilaungkan melalui Kongres Pemuda Riau di Pekanbaru, 17 Oktober 1954, sampai kongres mengirimkan utusannya ke pemerintah pusat yakni Yahya Qahar, Atan bin Mat, Ali Asral Jamal, H. Muhamad, dan Ahmad Yusuf.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *