Ketobong Keramat, Penyalai – Pelalawan

Buku Cerita Rakyat Riau. (foto: folklor.kosabudaya.id)

Selepas memberikan hormat kepada raja, berangkatlah hulubalang untuk menjumpai bomo yang terkenal itu. Berjalanlah hulubalang masuk dusun keluar dusun, masuk  hutan keluar hutan, dan akhirnya sampailah ia dusun tempat bomo bernaung. Kemudian ia menjumpai sang bomo, menyampaikan perintah raja.

Mendengar cerita Hulubalang itu, rianglah hari sang bomo. Keesokannya berangkatlah Hulubalang bersama bomo, menuju istana. Setelah sekian lama berjalan, sampailah mereka di hadapan raja. Di istana juga telah berkumpula pembesar-pembesar kerajaan. Mereka berkumpul untuk mengikuti jalannya pemberian gelar.

Bacaan Lainnya

“Ampun beribu ampun paduka, hamba menghadap bersama sang bomo,” sembah hulubalang penjemput bomo. 

“Engkau sengaja saya jemput, karena engkau akan menerima anugera dari kerajaan,” ujar raja kepada sang bomo.

“Mulai sekarang engkau resmi menjadi salah satu bomo di kerajaan Pelalawan,” Titah raja kemudian.

Sejak saat itu, semakin termasyhurlah namanya, bukan hanya di kerajaan Pelalawan, tetapi juga di kerajaan tetangga. Kehidupan keluarganya juga mulai membaik.

***

Suatu ketika, si istana nan mewah, nampaklah raja duduk sendiri, ia bermuram durja. Setelah sekian lama berumah tangga, ia belum dikanuria seorang anakpun. Kehidupannya terasa sepi. Raja bertambah gusar ketika ia teringat siapa yang akan menggantinnya kelak. Umurnya sudah semakin tua, rambutnya sudah memutih. Siang malam raja selalu berdoa dan bermunajat kepada pencipta, agar dikarunia seorang anak.

Semua orang turut berdoa. Para pembesar dan alim ulama sudah berusaha. Semua bomo kerajaan juga sudah mencoba berbagai hal, tapi hasil yang diinginkan belum menunjukan apa-apa.

Tinggalahlah bamo baru yang belum dipanggil. Raja pun memerintahkan hulubalang agar memanggil sang bomo. Setelah di istana, raja lalu meminta sang bomo mengobati permaisuri agar bisa memperoleh anak sebagai penggantinya kelak.

Dilakukan pengobatan oleh sang bomo. Atas izin tuhan, maka hamillah sang permasuri. Dan ketika sampai waktunya, maka lahirlah seorang puteri yang sangat cantik. Bukan main bahagianya raja dan semua penghuni kerajaan. Diperintahkanlah para pembesar istana untuk merayakan kekegembiraan tersebut dengan pesta 7 hari 7 malam. Sejak kelahiran sang putri, nama kerajaan semakin tersohorlah. Dan sang bomo yang telah mengobati permisuri kian harum namanya. 

Setelah sekian tahun berlalu, lambut laun puteri tumbuh menjadi dewasa. Parasnya sangatlah cantik, rambutnya panjang mengurai, bola matanya bulat tajam memikat, hidungnya bangir memancarkan keindahan bak intan mutiara, kulitnya kuning langsat. Sosok yang sangat sempurna. Bila ia berjalan di taman, bunga-bungapun tertukdu malu. Jika ia bersenandung, burung-burung berhenti berkicau mendengar kemerduan suaranya. Bahkan, bidadaripun iri melihat kecantikan sang peteri.

Baginda raja dan permasuri sangat menyayangi puteri. Kemana-mana pergi selalu diiringi pengawal. Bila sedang bermain, puluhan dayang menyertai. Wajar saja, sang puteri adalah anak tunggal, sang intan dalam istana.

Kebahagian dan kesenangan itu ternyata  tidaklah terlalu lama, suatu hari puteri jatuh sakit. Semakin hari penyakitnya semakin parah. Sudah berpuluh-puluh bomo yang dijemput dari berbagai negeri untuk mengobati sang puteri, namun penyakit tuan pu­teri tidak berkurang sedikit pun. Malahan semakin parah. 

Kondisi sang puteri sangatlah memprihatinkan. Badan yang dulu lemah gemulai sekarang amatlah kurus, tinggal kulit pembalut tulang. Kecantikannyapun berlahan-lahan pudar. Tidak hanya raja dan pemasuri yang bersedih, seisi kerajaan hingga rakyat jelata pun ikut merasakan duka yang mendalam. Bahkan bunga-bunga ditamanpun ikut layu.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *