Gua Pelintung-Kota Dumai

Sampailah waktu pelaksanaan hukuman p*nc*ng buat Kaseng. Satu persatu algojo mengayunkan pedang yang tajam ke leher Kaseng, tetapi anehnya saat pedang didayunkan oleh para algojo,  pedangnya tertahan dan para tangan algojo menjadi kaku. Dan ketika pedang algojo ketujuh diayunkan, secara tiba-tiba tubuh Kaseng tidak terlihat sedikitpun oleh algojo tersebut. Namun walaupun begitu, algojo tersebut tetap mengayunkan pedangnya, dan keanehanpun terjadi, pedang tadi berbalik arah dan memenggal leher algojo tersebut, dan akhirnya mati bersimbah darah.

Tak berapa lama kemudian, datanglah majikan Kaseng dari negeri Sian. Rupanya Lian Neng telah memberitahukan tentang Kaseng yang tengah menjalani hukuman pansung. Namun sayang, kedatangan ayah Lian Neng tidak untuk membela Kaseng yang telah ditipu oleh anaknya, tapi malah menyalahkan dan menjatuhkan hukuman yang lain.

Bacaan Lainnya

“Sungguh tak tau diuntung, engkau kini telah mencoreng arang persahabatanku dengan saudagar kampung ini, kuserahkan semua hukuman padamu,” murkah ayah Lian Neng ketika ia bertemu kaseng.

Sungguh pilu rasa hati Kaseng mendengarkan ucapan majikannya. akhirnya diputuskanlah hukuman p*nc*ng terhadap Kaseng diganti dengan hukuman ditenggelamkan di dasar laut dengan badul batu besar. Ketika hukuman itu hendak dilaksanakan. Kasengpun bersumpah.

 “Demi penguasa lautan, jika memang hukuman ini merupakan fitnah orang kepadaku, maka tunjukkan kesaktianmu dihadapan penduduk kampug ini,” 

Segala persiapan hukumanpun dipersiapkan termasuk kapal yang membawanya ke tengah lautan, diiringi kapal majikanya untuk menyaksikan hukuman atas Kaseng. Kemudian Kaseng digiring ke dalam kapal untuk menjalani hukuman di tengah laut. Bersamaan dengan dicampakkan Kaseng berserta batu pemberat ke tengah lautan, petir tunggal pun memecah keheningan siang itu, kapal yang membawanya tadi bersama petugas penghukum berkecai berkeping-keping dan tenggelam bersamaan di dasar laut, termauk Lian Neng dan ayahannya.

Ketika itu juga Kaseng diselamatkan oleh seekor ikan besar dan dibawa ketepian tebong sebuah pulau yang tiada ia kenal sebelumnya, rupanya di pulau itu ia dipertemukan dengan awak kapal pembantunya dalam pelayaran selama ini, pembantunya ini bersuku Liem, ia adalah juru kunci dalam pelayarannya, ia punya kelebihan dalam hal menyelamatkan barang-barang dagangan dari serangan para lanun. 

Hari demi hari Kaseng lalui kehidupan di pulau itu bersama Liem, sampailah ia menemukan sebauh gua tempat berteduh, Liem menyebut gua ini Pau Lim Tong, yang berarti gua kehidupan.

Secara kasat mata gua itu tanpa berpenghuni, akan tetapi suatu ketika saat Kaseng dan Liem tertidur, ia bermimpi didatangi oleh sekelompok penduduk kampung, dan mengucapkan selamat datang kepada Kaseng dan Liem di kampungnya.

Dalam mimpi itu, penduduk kampung itu ingin mengangkat Kaseng dan Liem sebagai pemimpin.

“Kami ini ibarat  pohon tak berpucuk, karena  pemimpin kami tidak ada, kami dari kelompok orang-orang penghuni gua,” kata penduduk kampung itu kepada Kaseng dan  Liem.

Setelah terjaga, Kaseng dan Liem hanya saling pandang dan saling memendam rahasia mimpinya masing-masing. Esoknya malam beikutnya, mereka berdua bermimpi hal yang sama lagi, begitu juga malam-malam berikutnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *