Asal Mula Pulau Sangkar Ayam-Inderagiri Hili

Bujang Kelana menarik nafas sejenak, ketika ia hendak beranjak pergi, tiba-tiba di balik semak-semak muncul seorang lelaki buta setengah tua, ia memegang sebuah tongkat, mulanya Bujang Kelana merasa khawatir dengan kedatangan laki-laki itu, namun ketika lelaki itu menyapa Bujang Kelana, iapun jadi tenang.

“Saya tadi telah mendengar pembicaraan anak muda dengan gadis cantik itu, ia adalah adik Pendekar  Katung yang terkenal itu”.

Bacaan Lainnya

“Tapi kenapa ia pergi begiru saja ketika saya tanya siapa Pendekar Katung itu,”  tanya Bujang Kelana.

“Pendekar Katung adalah pendekar yang gagah berani, mempunyai ilmu kesaktian yang tinggi, namun sayang, ia tidak menggunakan ilmu kesaktiannya untuk kebajikan, ia kini menjadi pendekar hitam, yang ilmu kesaktiannya hanya digunakan untuk menyiksa orang lain untuk mendapatkan harta kekayaan yang tidak halal, selain itu Pendekar Katung sangat hobi menyambung ayam, taruahnya apa saja, termasuk nyawa sekalipun,” jelas laki-laki tua itu penuh dendam.

“Tapi tuan siapa sebenarnya, dan mengapa datang ke negeri ini,” laki-laki buta itu sambil mendekat ke arah Bujang Kelana.

“Hamba datang ingin berguru ke ngeri ini, lama hamba mendengar kabar kalau di negeri ini ada seorang guru yang alim dan taat serta mempunyai ilmu yang sangat tinggi,”

“Oh!” guman laki-laki tua itu menganguk-angguk. “sayang, Tuan hamba datang ketika dia sudah pergi, entah kemana sampai sekarang tak pernah kembali. Dia pergi karena tak ada lagi yang mau berguru kepadanya, orang-orang benci kepadanya karena dipengaruhi Pendekar Katung dari dusun Serimba itu.

Dengan kekuatan batinnya, buru-buru si tuk buta itu minta diri, dikejauhan dia merasakan ada seseorang yang sedang menuju ke sana. Bujang Kelana pun terheran-heran lagi, kenapa Tuk Buta itu tergesa-gesa saja pergi.

Memang tak lama kemudian, Suri nampak datang dari kejauhan tergesa-gesa.

“Ada apa Suri,” tanya Bujang Kelana pensaran, “bukankah Suri besok pagi baru ke sini,” lanjut Bujang Kelana lagi.

“Pendekar Katung hendak menikah denganku,” jawab Suri sambil menengok kebelakang, takut kalau-kalau Pendekar Katung menyusulnya dari belakang.

“Sebetulnya hubungan kamu dengan dia bagaimana,” tanya Bujang Kelana lagi.

“Tak usah bertanya dulu, mari kita pergi dari sini,” ujar Suri sambil mengajak Bujang Kelana pergi dari tempat itu.

Sambil berjalan menjauh dari kampungnya, Suri bercerita bahwa pendekar Katung bukanlah saudara kandungnya. Ibunya sudah meninggal semasa dia masih bayi. Dia hidup bersama ayahnya yang sudah sangat terpengaruh dengan gelar sabung ayam digelanggang pendekar Katung. Hartanya punah. Tinggal tak seberapa lagi, hanya sebuah rumah yang tertinggal. Akhirnya, sang ayah nekat mempertaruhkan nyawanya, jika ayamnya masih belum bisa mengalahkan ayam Pendekar Katung ia rela di bunuh. Alhasil ayam sabungan ayahnyapun kalah dan mati di tengah gelangang, lalu ayahnya disiksa, di bunuh lalu di buang ke dalam hutan. Rupanya, pendekar Katung masih punya hati, Suri dipeliharanya hingga menjadi dara seperti sekarang.

“Aku diberi nama Suri. Di sanalah hamba menjadi adik pendekar Katung sampai sekarang ini,” tutur Suri mengakhiri ceritanya.

Tiba-tiba mereka dikejutkan dengan kehadiran si Tuk Buta di hadapanya.

“Tapi Datuk tadi telah pergi,” tanya Bujang Kelana terkejut.

“Hamba tidak pergi dari sini, hamba mendengar semua apa yang Suri ceritakan”, ujar Tuk Buta tenang.

“Kalau benar apa cerita gadis ini tadi, bearti aku adalah ayahnya,” lanjut Tuk Buta lagi.

“Apa maksdu Datuk,” tanya Suri tidak percaya.

“Saya adalah ayahmu Suri, yang dulu saya tinggalkan dan dipelihara oleh Pendekar Katung, musuk utamaku. Dulu namamu adalah Intan, rupanya pendekar bejat itu telah mengganti nammu dengan Suri, tapi tak apalah, karena semua orang mengenal kamu Suri dari pada Intan, mulai sekarang namamu Intan Suri,” jelas Tuk Buta sambil memeluk anaknya itu.

“Tapi kenapa Ayah masih hidup, kata Pendekar Katung Ayah telah dibunuhnya di hutan,” ujar Intan Suri dipelukan ayahnya.

“Panjang kisahnya, Nak. Jika Pendekar Katung nanti telah mati, akan ayah ceritakan semuanya,”

“Nah sekarang mari kita mengatur siasat bagaimana biar Pendekar Katung segera binasa di muka bumi ini.”

“Tapi Pendekar Katung hebat tiada tolak bandingnya, tak ada besi yang bisa membinasakan tubuhnya.”

“Kamu tak perlu khawatir Suri, ayak telah tahu kelemah Pendekar Katung,”

Merekapun mengarut siasat, pertama di suruh Intan Suri menggantikan ayam jago Pendekar Katung dengan ayam milik Tuk Buta, ayam tersebut sangt mirip sekali dengan ayam Pendekar Katung.

Setelah waktu yang ditunggu-tunggu, pertandingan laga antar ayam di negeri itupun  segera dimulai, kali ini sebagai penantang adalah ayam seseorang yang bukan penduduk negeri Serimba yang akan menantang ayam Pendekar Katung yang tak terkalahkan. Segala macam pemberitahuan di umumkan di berbagai tempat,  sudah tidak ada lagi penduduk negeri Serimba dan negeri lain-lain di sekitarnya akan pertarungan akbar tersebut.

Laga yang ditunggu-tunggu kini telah berlangsung, penduduk negeri Serimba menyaksikan pertaruhan yang dasyat tersebut dengan hati yang berdebar-debar, beberapa orang juri duduk di pinggir lapangan menyaksikan dengan seksama pertandingan tersebut.

Awalnya pertandingan tersebut berjalan seimbang, ayam Pangeran Katung yang sebetulnya ayam biasa mampu juga memberikan perlawanan, namun karena ayam Bujang Kelana adalah ayam dari Pangeran Katung yang terkenal dengan keganasan dan tajinya yang tajam, perlawanan ayam Pangeran Katung tersebut tidak berarti apa-apa. Pertarungan pun itu hanya berlangsung beberapa menit saja, dan akhirnya, ayam Pendekar Katung mati tidak berkutik sedikitpun.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *