Asal Mula Pulau Sangkar Ayam-Inderagiri Hili

“Tidak usah takut,” sela musafir muda, “aku hanya tidak menyangka di hutan rimba raya ini ada perempuan secantik dirimu,” pujinya musafir muda jujur.

“Ah! Abang jangan berkata seperti itu, aku kan jadi malu,” ujar gadis itu menunduk malu, wajahnya bersemu kemerah-merahan.

Bacaan Lainnya

“Secantik-cantik perawan kampung bang, takkan jadi tambangan, ibarat bunga tumbuh di hutan, layu tak pernah dipetik tangan.”

Hening sejenak, hanya desau semak belukar ditingkah segala macam penghuni hutan seakan pesta akbar di rimba raya, gemersik ombak dan desiran daun nyiur disebak angin laut mendayu lembut samar di telinga. Suasana yang indah. Camar-camar pun telah pulang tidak lagi berserak di angkasa biru, menuju peraduan mengejar mimpin menjemput pagi kembali.

Bujang Kelana masih diam  tertegun, berjuta rasa dan asa menyatu dengan entah perasaan apa yang berkecamuk di hatinya, tidak mungkin aku jatuh cinta secepat ini, gumannya dalam hari.

“Oh ya, namaku Bujang Kelana, tadi kamu sebutkan namamu kalau tidak salah Suri ya?” tanya yang Bujang Kelana agak ragu.

“Iya… namaku Suri, kalau boleh tahu abang mau kemana, dan apa maksud dan tujuan datang ke tempat ini,” tanya Suri penasaran.

“Saya datang ingin berguru ke negeri ini, kabar yang tersiar di negeriku, di sini ada seorang guru alim yang taat dan baik hati, ia ingin mencari murid untuk mewarisi ilmu yang ada padanya,” ujar Bujang Kelana panjang lebar.

“Apakah Suri tahu siapa guru itu?” tanya Bujang Kelana lagi.

“Memang di sini ada seorang guru yang alim dan taat, tapi sekarang dia telah pergi entah kemana, sejak murid-muridnya pergi dan berguru pada Pendekar Katung, dia hilang entah kemana, bagai telan bumi begitu saja,” jawab Suri menjelaskan.

“Pendekar Katung? Rasanya saya pernah mendengar nama itu, siapakah dia, apakah Suri tahu siapa dia?”

Tapi Suri tidak menjawab, ia berbalik arah dan pergi terburu-buru, sepertinya ada yang disembunyikannya.

“Suri! Kemana…!” teriak Bujang Kelana.

“Kalau ingin berjumpa denganku, tunggulah aku di sini senja besok, aku akan datang lagi,” jawab Suri yang tidak menghiraukan panggian Bujang Kelana.

Bujang Kelana hanya diam mematung, ia tidak mengerti kenapa Suri tiba-tiba pergi begiru saja. Apa aku telah menyinggung perasaan gadis itu, guman Bujang Kelana tak habis pikir. Dilayangkannya lagi pandangannya ke Suri, gadis itu kian jauh dan akhirnya hilang balik kayu-kayu besar yang menuju kampung Suri.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *