Asal Mula Negeri Tanah Sepuruk – Siak Sri Inderapura

Kampung di Selat Morong Pulau Rupat. Ilustrasi. (foto: folklor.kosabudaya.id)

Seolah bermimpi, tanah yang terpijak terasa lembut karena tetesan air mata telah terlanjur membahasinya. Kesedihan yang sangat menderai perasaan emak Wuk. Dalam kesedihan menghadapi anak yang sudah lupa diri itu, ia pun berdoa di dalam hatinya.

“Ya Allah… jika aku adalah manusia yang lemah. Tapi Engkau tidak, Engkau maha segalanya. Jika aku tidak lagi mampu mendidik anakku karena kelemahanku. Maka hukumlah aku. Namun jika mata hatinya telah dibutakan oleh harta sehingga durhaka kepada Emaknya maka sadarkanlah ia…”

Bacaan Lainnya

Belum siap emak Wuk mengusap air matanya, Wuk yang berada beberapa depanya tiba-tiba tersungkur, lalu kedua kakinya terenam ke dalam tanah hingga mata kaki. Ia berusaha bangkit dan menarik kedua kakinya, namun usaha itu hanya sia-sia, Wuk menarik kakinya lagi dengan sekuat tenaga, namun kakinya kian tenggelam dan kini sudah selutut. Seketika ia teringat emaknya. Ia pun meraung memanggil emaknya dengan suara menghiba.

Ketika emaknya mendekat dan menarik tangan anaknya, kedua kaki Wuk semakin terbenam ke dalam bumi hingga sampai ke pinggang. Rintihan dan tangisnya menjadi-jadi seketika dia sadar kalau ia telah durhaka pada emaknya. Ia menjerit dan mohon ampun pada emaknya sambil menggoyang-goyangkan tubuhnya, namun tubuh Wuk kian tenggelam. Mak Wuk yang melihat langsung mengejar anaknya, diraihnya tangan Wuk lalu di tarik. Namun usaha emak Wuk ternyata sia-sia, tubuh anaknya kian tenggelam hingga ke dada. Emak Wuk berusaha lagi menolong anaknya, di pegangnya bahu Wuk, di tarik sekuat-kuat tenaga. Namun tubuh Wuk bagai sudah bersatu dengan tanah, sedikitpun tubuh Wuk tidak bisa di tarik lagi.

Tidak ada yang bisa dilakukan kedua anak beranak itu. Wuk harus pasrah menerima hukuman atas dosanya, dan emaknya pun menyesal tidak bisa menolong anaknya. Kini rambut indah itu telah di telan seutuhnya oleh bumi. Tinggal selendang Wuk yang tergeletak di atas tanah tempat Wuk terbenam seolah ikut menahan pilu. Dengan tangan bergetar, selendang itu diambil oleh emak Wuk. Ia memegangnya  erat, seerat kasih seorang emak kepada buah hatinya.

Sebagaimana janjinya pada sang istri, setelah seminggu berlayar suami Wuk kembali dengan membawa berbagai perhiasan, pakaian indah dan buah-buahan segar untuk emak dan istrinya. Ia berharap pernikahannya akan memberikannya seorang putra yang akan mewarisi kekayaannya dan akan dididiknya menjadi seorang pemimpin yang santun. Tapi apa hendak dikata. Ketika ia sampai di rumah,  bukan sambutan hangat atau belaian lembut sang istri yang menyambutnya. Tapi hanya sebuah selendang biru indah yang tergelatak bisu pemberiannya dulu untuk Wuk. Istrinya yang sangat disayanginya itu kini telah pergi untuk selama-lamanya.

Begitulah akhirnya anak durhaka di telan bumi. Menurut cerita yang berkembang di masyarakat, tanah tempat Wuk terbenam tersebut menjadi sebuah perigi yang airnya selalu menggelegak. Dusun itu sekarang bernama dusun Sepuruk, yang berada di Kampung Beladang Kecamatan Sebak Auh Kabupaten Siak Sri Indrapura.

Sumber: Derichard H. Putra, dkk. 2007. Cerita Rakyat Daerah Riau. Pekanbaru: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Riau

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

4 Komentar