Asal Mula Negeri Lipat Kain-Kampar

Kain berlipat-lipat kini menjadi batu di Negeri Lipat Kain.

Betapa sedih emak Mikin mendengar keinginan anaknya tersebut, Mikin adalah anak satu-satunya sebagai penghibur dan penolongnya sekarang akan pergi meninggalkannya. Namun, karena keinginan Mikin sangat kuat akhirnya emaknya mengalah. Mikin diizinkan merantau, melangkah jauh ke negeri orang. 

Mikin berpamitan kepada emaknya. 

Bacaan Lainnya

“Mikin mohon doa emak” pinta Mikin sambil sujud di kaki emaknya.

“Mikin anakku! Doa emak selalu menyertaimu! Pandai-pandai membawa diri di negeri orang, ingatlah di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung,” nasihat emaknya dengan meneteskan air mata. 

Mikin pun pergi meninggalkan emak dan kampung halamannya yang tercinta. Kini tinggallah emak Mikin seorang diri di gubuk reotnya. Gubuk itu terasa sunyi dan lengang sejak kepergian Mikin. Emaknya pun sering sakit-sakitan.

Mikin berangkat dari kampungnya, menumpang pada seorang saudagar kaya. Saudagar itu sangat perhatian pada Mikin, ia melihat Mikin adalah anak yang baik dan cerdas. Apalagi Mikin pandai menempatkan diri, ramah dan berbudi pekerti yang luhur. Karena itu, ia mengajak Mikin pergi bersama-sama berdagang. 

Di perantauan, Mikin berusaha menyesuaikan diri di mana ia berada. Orang-orang yang mengenal Mikin selalu menyukainya, karena Mikin rajin dan hemat serta cermat. Apapun pekerjaan yang diberikan kepadanya, Mikin mengerjakannya dengan semangat dan tanggung jawab yang besar, sehingga majikan Mikin kian hari kian sayang kepadanya. Keberhasilan Mikin tersebut selalu menjadi buah bibir teman-temannya.  Mikin dipuja-puji, yang akhirnya majikan Mikin bertambah percaya.  Selama bekerja belum pernah melakukan kesalahan, hingga akhirnya induk semang Mikin memberikan kepercayaan kepadanya, agar dapat berdagang sendiri.

Mikin mulai berdagang kecil-kecilan, karena sabar dan pantang menyerah dia lalu menjadi pedagang besar, yang akhirnya mempunyai sebuah kapal sendiri, anak buah dan para pengawal yang setia menemaninya ke manapun ia pergi.

Karena sudah punya penghasilan besar, timbul keinginan Mikin untuk berumah tangga. Mikinpun melamar anak gadis majikannya.

Setelah Mikin berumah tangga, usahanya bertambah maju. Mikin tak jarang mendapat pujian dari teman-temannya. Sanjungan itu membuat Mikin lupa diri, dan semakin hari kian sombong. Kekayaannya kini melimpah-ruah dan kekayaan tersebut telah mulai menyesatkannya.

Suatu hari! Bersama istinya, Mikin pergi berlayar dengan beberapa kapal besar miliknya. Dalam kapal tersebut terdapat alat-alat rumah tangga hingga alat-alat musik yang nantinya akan menghibur dirinya dan istri-istrinya.

Beberapa bulan lamanya kapal Mikin di perjalanan. Kadang-kadang mereka singgah di kota-kota yang berada di tepi pantai. Sambil berdagang Mikin juga menikmati keindahan alam yang dilaluinya. Karena anak buah Mikin sungguh banyak dan dapat dipercaya Mikin tidak lagi susah, tinggal mengatur dan menerima hasil.

Perjalanan Mikin dengan rombongannya sudah mulai meninggalkan laut lepas. Kapal Mikin memasuki wilayah Sungai Kampar, menelusuri hingga ke hulu sungai dan akhirnya sampailah Mikin di kampung halamannya. 

Seekor elang melihat ada sebuah kapal besar. Konon pada masa itu elang bisa berbicara. Elang tersebut heran melihat ada kapal sebesar itu.

“Kapal siapakah gerangan?” Bisik elang dalam hati.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *