Asal Mula Batang Tuaka – Inderagiri Hilir

Ilustrasi. (foto: kosabudaya.id)

ALKISAH, pada zaman dahulu kala, di daerah Indragiri Hilir, hiduplah seorang janda tua. Ia mempunyai anak laki-laki bernama Tuaka. Mereka hidup berdua di sebuah gubuk yang terletak di muara Sungai Indragiri. Mereka tak punya sanak-saudara dan hidupnya sangat miskin. Meskipun hidup miskin, mereka tetap sangat bahagia.

Untuk hidup sehari-hari Tuaka membantu emaknya mengumpulkan kayu api di hutan di sekitar tempat tinggal mereka. Ayah Tuaka sudah lama meninggal dunia, dengan demikian emaknya harus bekerja keras menghidupi dirinya dan anak laki-lakinya, Tuaka.

Bacaan Lainnya

Suatu hari, Tuaka bersama emaknya pergi ke hutan di sekitar sungai. Mereka mencari kayu api untuk dijual dan untuk memasak sehari-hari. Setelah memperoleh kayu api cukup banyak, mereka berdua pulang.

“Mak, kalau Emak lelah biarlah Tuaka saja yang memikul kayu apinya,” kata Tuaka saat melihat emaknya kelelahan.

“Tak apa, Tuaka! Emak masih kuat, lagi pula, kayu bakar yang ada padamu juga banyak,” jawab Emak Tuaka sambil melanjutkan langkahnya.

Di tengah perjalanan pulang, Tuaka dan emaknya dikejutkan oleh suara desisan yang cukup keras.

“Mak! Suara apa itu? Tanya Tuaka pada emaknya.

“Sepertinya itu suara ular berdesis”, jawab emaknya.

Ternyata benar, tak jauh dari mereka, dari arah tebing sungai tampak dua ekor ular besar sedang berkelahi. Tampaknya mereka sedang memperebutkan sebuah benda.

“Tuaka, sembunyilah. Ada ular besar yang sedang berkelahi,” perintah Emaknya.

Tuaka dan emaknya segera berlindung di balik sebuah pohon yang cukup besar. Dari balik pohon itu, Tuaka dan emaknya bisa menyaksikan dua ekor ular itu saling bergumul dan belit-membelit.

“Apa yang mereka perebutkan, Mak?” Tanya Tuaka penasaran.

“Mak juga tak tahu! Diamlah Tuaka, nanti mereka mengetahui keberadaan kita,” jawab Emak Tuaka dengan suara berbisik.

Tak lama kemudian, perkelahian kedua ekor ular tersebut akhirnya usai. Tuaka dan emaknya keluar dari balik pohon, lalu mendekat ke tempat kejadian itu. Mereka mendapati salah satu ular sudah mati, sedangkan ular lainnya terluka. Ular yang terluka itu menggigit sebuah benda berkilau, yang ternyata adalah sebutir permata (kemala) yang sangat indah. Ular itu tampak kesakitan oleh luka-lukanya.

“Mak, kasihan ular yang terluka itu. Mari kita tolong,” kata Tuaka kepada emaknya dengan nada mengajak.

“Ya, mari kita bawa pulang, supaya kita bisa obati di rumah,” jawab Emak Tuaka. Tuaka lalu memasukkan ular itu ke dalam keranjang yang dibawa emaknya, lalu memikulnya pulang. Sampai di rumah, Emak Tuaka segera mencari daun-daunan yang berkhasiat, menumbuknya, lalu membubuhkannya pada luka-luka di tubuh ular itu, sedangkan Tuaka sibuk memberinya minum air sejuk.

Beberapa hari kemudian, ular yang sudah mulai sembuh itu tiba-tiba hilang dari keranjang. Permata yang selalu dia lindungi di dalam lingkaran badannya ditinggalkan di dalam keranjang. Tuaka dan emaknya terheran-heran, lalu mereka mengamati parmata itu dengan hati-hati dan cermat.

“Mengapa ular itu meninggalkan permatanya, Mak?” Tanya Tuaka kepada emaknya.

“Berangkali dia ingin berterima kasih kepada kita, karena kita sudah menolongnya. Sebaiknya kita jual saja permata ini kepada saudagar. Uangnya kita gunakan untuk berdagang supaya kita tidak hidup misikin lagi” jawab emak Tuaka penuh rasa syukur. Tuaka pun setuju dengan tawaran emaknya.

Keesokan harinya, Tuaka pergi ke bandar ramai para saudagar. Sesampai di sana, Tuaka berkeliling ke sana ke mari mencari saudagar yang berani membeli permatanya dengan harga yang tinggi. Hampir semua saudagar di bandar itu tak ada yang berani membelinya. Ia mulai putus asa dan berniat membawa pulang ke rumah. Namun, ketika sampai di ujung bandar, tiba-tiba ia melihat seorang saudagar yang sepertinya belum ia tawar. Tuaka menghampiri saudagar itu, kemudian menawarkan permatanya dengan harga yang tinggi. Tampaknya, saudagar itu sangat tertarik setelah mengamati permata berkeliau itu.

“Aduhai elok sangat batu permata ini! Aku sangat ingin memilikinya. Harga yang kau tawarkan itu memang tinggi, tapi aku tetap akan membelinya,” kata sang Saudagar.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *