Asal Nama Negeri Lubuk Bendahara-Rokan Hulu

Masjid Islamic Center Pasirpengaraian

Semua yang hadir berkerumun di tepi air untuk menyaksikan benda aneh itu. Kiranya benda itu tak lain dari se­buah takar emas yang besar. Salah seorang dari pawang menuju takar emas sambil membaca mantera, seraya menangkap benda tersebut dengan sigap. Tanpa pikir panjang lagi takar emas itu dibawa ke rumah Datuk Bandagho diiringi oleh sebagian penduduk yang hadir. Sedangkan yang sebagian lagi tak hendak beranjak dari tepian itu karena mereka masih berharap kemunculan anak perempuan Datuk Bandagho.

Akan halnya Datuk Bandagho dan istri, meskipun anaknya yang hilang tak kunjung didapat, namun dengan diperolehnya takar emas itu kesedihan mereka dapat semakin berkurang juga.

Bacaan Lainnya

Karena hari telah mulai senja dan orang di rumah Datuk Bandagho selalu ramai, apalagi menurut kepercayaan orang tua-tua, bahwa takar emas semacam itu sewaktu-waktu dapat berubah-rubah dan hilang, maka Datuk Bandagho memerintahkan agar takar emas itu diikat dengan rantai dan menambatkannya di tiang tengah rumah.

Selanjutnya Datuk Bandagho berkata kepada pemuka masyarakat yang ada.

“Barangkali yang kita berikan hanya getah ubar, maka yang dimunculkan kepada kita takar emas. Tapi kalau kita lakukan sesuai dengan apa yang diminta tentu anak kami akan dikembalikan”.

Rupanya makhluk halus penunggu takar emas itu mendengar tipu musligat yang telah dilakukan oleh pihak Datuk Bandagho, terhadap pihaknya. Ia merentak sambil menarik dan melarikan takar emas itu, takar emas nampak terangkat-angkat dan terhambur-hambur, sedangkan setannya tidak nampak, tak lama rantai pengikatnya putus, lalu bergoleklah takar emas tersebut dengan derunya menuju tepian tempat ia ditemukan tadi.

Banyak orang mengejar sambil memekik minta tolong. Penduduk jadi gempar dan ingin tahu apa yang sedang terjadi. Secara kebetulan tak jauh dari jalan yang akan dilalui takar itu ada beberapa perempuan yang sedang menumbuk padi. Mereka terkejut melihat orang berlarian ke arah mereka sambil berteriak.

“Pukul, tangkap takar itu,” ujar salah serang penduduk yang mengejar.

“Tendang…” sahut penduduk yang lain.

“Awas hati-hati… takar itu bisa membunuh kita,” teriak yang lain lagi.

Takkala takar itu hendak lewat dekat mereka, salah seorang dari perempuan  penumbuk padi memukul takar itu dengan alu, takar itu berhenti sejenak dan terlihat  cekung. Sangkaan mereka, setan penunggu takar emas itu tidak suka dengan takar yang rusak.Tapi kiranya tidak, takar itu terus bergolek dengan kencangnya menuju tempat semula.

Mengalami akan hal demikian, penduduk negeri merasa kecewa, terutama Datuk Bandagho beserta istrinya, karena selain kehilangan anak perempuan yang disayanginya, juga kehilangan takar emas yang amat berharga.

Karena anak dan takar emas itu merupakan benda/perbendaharaan bagi Datuk Bandagho beserta penduduk negeri itu, dan walaupun tidak lagi bersama mereka namun masih terletak dalam kawasan negeri Datuk Bandagho, maka mereka menamai negeri negeri tersebut dengan Lubuk Bandagho, yang dalam bahasa Indone­sia berarti ‘Lubuk Bendahara***

[Sumber: Derichard H. Putra, dkk. 2007. Cerita Rakyat Daerah Riau. Pekanbaru: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Riau]

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *