Asal Nama Negeri Lubuk Bendahara-Rokan Hulu

Masjid Islamic Center Pasirpengaraian

Siang itu sangatlah cerah. Sinar matahari tepat di atas kepala. Sepanjang jalan, ia tak menjumpai orang. Sebagian orang kampung sedang pergi mencari nafkah, dan sebagiannya lagi tinggal di rumah. Biasanya orang lebih nyaman di rumah dari pada di luar saat siang hari yang terik ini.

Dalam waktu sepetanak nasi, sampailah Gadi Dumbai di tepian sungai. Lalu diturunkanlah anaknya dan diletakkannya di dalam keranjang di tempat yang teduk, tidak seberapa jauh dari tempat ia menyuci kain.

Bacaan Lainnya

“Nak! Emak menyuci kain dahulu. Jangan kemana-mana ya Nak!” Kata Gadi Dumbai seraya membawa bakul berisi kain ke tempat cucian. Ia pun mulai mencuci kain, setelah selesai beberapa helai kain, ia melihat kearah  anaknya, anaknya masih di situ. Lalu Gadi Dumbai melanjutkan cuciannya. Setelah hampir selesai ia mencuci, ia melihat ke arah anaknya lagi. Betapa terkejutnya Gadi Dumbai, ternyata anaknya  tidak ada lagi di sana. Dilihatnya ke sebelah mudik, ke ulak tapi anaknya tak juga terlihat. 

Gadi Dumbai sangatlah cemas, panik dan takut bercampur aduk menjadi satu. Lalu untuk menghilangkan was-was dihabiskannya waktunya mencari anaknya berleguh-legah ke mudik dan ke ulak tepian. Naik tebing dan menyibak semak belukar yang ada sepanjang tepian itu, namun anak yang hilang tak kunjung ditemukan.

Akhirnya Gadi Dumbai pulang dengan perasaan was-was, takut di murka suaminya bila mengetahui kabar buruk tersebut.

Dengan suara gementar, Gadi Dumbai memberitahukan suaminya. Mendengar pengakuan istrinya tersebut, bak mendengar petir tunggal tengah hari, Datuk Bandagho amat terkejut dan marah, sampai-sampai memukul istrinya. 

“Makanya… bukankah tadi sudah saya ingatkan tak baik mencuci di siang hari, tapi engkau tak mau dinasihati,” hardik Datuk Bandagho dengan marahnya.

Mendengar caci maki Datuk Bandagho yang sedang marah itu, Gadi Dumbai pun menangis sejadi-jadinya.

Mendengar suasana yang gaduh itu, berdatanganlah tetangga-tetangga rumah. Lalu menanyakan hal apa yang terjadi. Datuk Bandagho menceritakan kemalangan yang telah menimpa keluarganya, seraya diperintahkannya hulubalang untuk segera memukul tabuh larangan.

Setelah mendengar bunyi tabuhan, orang-orang kampung berdatangan dan berkumpul di rumah Datuk Bandagho. Mereka mau mengetahui apa yang telah terjadi sebenarnya.

“Encik-encik, puan-puan, orang pandai, para pawang, dan semua yang telah datang dan berkumpul di sini, sebagian dari kalian pasti sudah tahu bahwa keluarga saya baru saja kehilangan anak di sungai,” jelas Datuk Bandagho.

“Saya sangat berharap kepada kalian agar dapat membantu mencari anak kami   itu!” Ujar Datuk kemudian.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *