Asal Mula Nama Gunungmalelo-Kampar

Pada zaman dahulu, nama kampung Gunungmalelo adalah Gunung Ledang. Penamaan demikian Gunungmalelo saat itu merupakan tempat berkumpulnya kerbau jalang (liar). Ledang berasal dari kata baledang yang artinya gelisah, riu rebut atau tidak tenang. Tempat itu tidak pernah tenang karena selalu didatangi sekumpulan kerbau liar yang mencari makan. Tempat tersebut merupakan padang rumput yang luas.

Untuk menghindari dari amukan kerbau liar, penduduk bermukim agak jauh dari padang rumput. Pemukiman tersebut dikuasai oleh Seorang Bangsawan tua yang bernama Sutan Jena. Sutan Jena bertindak semena-mena dan mempunyai tabiat yang buruk yaitu suka memperistri anak-anak gadis di perkampungan dengan paksa.

Bacaan Lainnya

Pada suatu hari, Sutan Jena bersama pengawal-pengawalnya pergi berburu ke hutan. Sesampainya di hutan, dia sangat terkejut menemukan sebidang ladang yang sangat subur. Ladang itu di rawat oleh seorang bapak yang sudah sangat tua, dan bapak itu mempunyai seorang anak gadis bernama Saranggui Inap.

Saranggui Inap memiliki paras yang sangat cantik jelita, elok dan rupawan. Budi bahasanya lembut, sikapnya ramah. Kecantikan Saranggui Inap membuat Sutan Jena jatuh cinta dan tergila-gila padanya.

Sutan Jena tidak jadi berburu. Dia bersama pengawal-pangawalnya langsung pulang ke rumah dan mempersiapkan emas permata yang banyak untuk melamar Saranggui Inap.

Keesokan harinya Sutan Jena bersama pengawalnya kembali ke ladang tersebut dan bermaksud untuk melamar Saranggui Inap. Sesampainya di ladang, Sutan Jena pun menyampaikan maksud hatinya bahwa ia mau melamar Saranggui Inap. Tapi, Saranggui Inap menolak lamaran tersebut karena sudah bertunangan dengan seorang pemuda yang tampan bernama Liamat. Mereka sebentar lagi akan menikah.

Saranggui Inap dan Liamat sudah berteman sejak kecil. Orang tua mereka juga bersahabat. Setelah dewasa, mereka saling mencintai dan cinta mereka diwujudkan dulu dengan bertunangan.

Untuk mencari biaya agar mereka bisa menikah, Liamat pergi ke negeri di hulu untuk merantau, tapi tak lama lagi akan pulang.

Mendengar hal itu, Sutan Jena sangat sakit hati dan bermaksud balas dendam. la kembali pulang dengan perasaan kecewa.

Sutan Jena pun mencari Liamat yang bertunangan dengan Saranggui Inap ke negeri di hulu. Dengan uang yang banyak, Sutan Jena dengan mudah menemukan Liamat.

Sutan Jena mengajak Liamat pulang dan menjanjikan pekerjaan untuknya. Keeseokan harinya merekapun pulang bersama. Liamat sama sekali tidak mengetahui kalau Sutan Jena bermaksud untuk membunuhnya.

Dengan senang hati Liamat menuruti segala perintah Sutan Jena. Sesampainya di dalam hutan dalam perjalanan pulang, Sutan Jena menjebak Liamat dengan membawanya ke tempat padang rumput tempat kerbau liar mencari makan. Ia beralasan jalan itu merupakan jalan pintas menuju pemukiman.

Karena tidak tahu tempat tersebut merupakan padang kerbau liar, Liamat pun pergi ke sana tanpa curiga. Sesampainya di padang rumput, pemuda itu diserang oleh kerbau-kerbau liar. Liamat akhirnya meninggal.

Melihat kejadian itu, Sutan Jena sangat senang hatinya. Ia pun pulang dengan hati yang gembira.

Sesampai di perkampungan, Sutan Jena pun menyebarkan berita duka hingga sampailah ke telinga Saranggui Inap. Mendengar hal itu, Saranggui Inap bersedih hati.

Sutan Jena pun tidak menyia-nyiakan kesempatan yang sudah di depan mata. la memaksa Saranggui Inap untuk menikah dengannya, dan mengancam ayahnya akan dibunuh jika menolak.

Dengan terpaksa, akhirnya Saranggui Inap bersedia menikah dengan Sutan Jena. Namun, pernikahan mereka tidak bahagia. Saranggui Inap sengaja menyiksa dirinya sendiri, ia tidak pernah mau makan.

Tubuh Saranggui Inap lama-kelamaan menjadi kurus. Ia kemudian jatuh sakit, dan lalu meninggal.

Setelah Saranggui Inap meninggal, Sutan Jena dihantui rasa bersalah. Ia semakin menderita karena dihantui bayang-bayang Saranggui Inap dan Liamat. Kedua kekasih itu selalu teringat dipikirannya. Sutan Jena bahkan melihat mereka hidup kembali dan berbahagia, serta sering lewat di depan rumahnya. Sutan Jena dia tidak bisa berbuat apa-apa dan hal ini telah membuatnya gila.

Hingga pada suatu hari, kegilaannya membuat Sutan Jena mengikuti Saranggui Inap dan Liamat yang lewat di depan rumahnya. Sutan Jena menuju ke hutan dan berhenti di tengah padang rumput, tempat berkumpulnya kerbau-kerbau liar. Dalam sekejab, kerbau-kerbau tersebut menyerang dan menginjak-Sutan Jena. Iapun meninggal.

Setelah kematian Sutan Jena, penduduk yang bermukim di situ tergiur dengan hartanya. Mereka akhirnya saling berebut, dan maelo-elo harta yang didapat. Maelo-elo berarti menyeret-nyeret.

Kejadian maelo-elo harta Sutan Jena kemudian mengubah nama kampung Gunung Ledang menjadi Gunung Malelo (Gunungmalelo). Padang rumput tersebut saat ini menjadi pemukiman penduduk, sebagian lagi dijadikan lapangan sepak bola.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *