Asal Mula Negeri Naga Beralih-Kampar

Rumah Lontiok Kampar

Setelah berpikir sejenak, Adin menjawab.

“Begini sajalah! Pulanglah engkau ke kampung, biar aku menunggu abangku di sini, agar jangan terjadi apa-apa pada dirinya. Mujur-mujur ia siuman lagi. Tapi sebaiknya hal ini tidak usah kaukabarkan nanti pada orang kampung, malu aku. Dan jika besok aku belum pulang menjelang tengah hari, tolong susul aku kemari. Sekarang pulanglah engkau dan doakanlah keselamatan kami di sini. Aku akan membuat pelantar di tepi sungai ini tempat aku berteduh menjaga abangku di sini.”

Bacaan Lainnya

“Kalau begitu katamu, baiklah Din, sekarang aku turun ke baruh,” kata Antang lalu melangkah menuju kampung.

Selepas tengah hari Adin tidak juga pulang membawa Adan, datanglah lagi Antang menyusul. Sesampai di tempat Adin, saat melihat Adan, Antang terkejut alang kepalang, dilihatnya Adan memang telah berubah bentuk, menyerupai seekor naga yang ganas.

Walau begitu, Antang tetap menemani Adin menjaga abangnya. Mereka berusaha mencari makanan apapun untuk keselamatan Adan.

Telah tiga minggu Adin dan Antang menjaga dan merawat Adan, namun keadaan Adan semakin memburuk. Pada bagian tubuhnya sebelah belakang tampak tumbuh tunas, berbentuk seperti ekor yang sangat panjang dan besar. Mulutnya juga semakin lebar dan besar, sisiknya semakin kasar. Kebiasaannya menghirup air tak berubah.

Karena kurang tidur, kurang makan dan karena risau tak berkesudahan, Adin jatuh sakit, ia tak sanggup lagi menunggu abangnya Adan, Antang pun menyuruhnya pulang, istirahat di rumah.

Antang tetap menjaga Adin, ia tidak mau berlepas tangan begitu saja pada sahabatnya itu. Ia berusaha mencari obat-obatan untuk Adan, mana tahu jika Allah berkehendak, Adan tentu bisa membaik, pikirnya.

Adapun di kampung itu, ada seorang saudagar yang kenal baik kepada ketiga remaja itu. Sejak sebulan terakhir, ia tidak melihat mereka bertiga yang biasa bermain di halaman rumah Adin. Tetapi kenapa sekarang tidak? Nalurinya memberanikan diri masuk ke dalam rumah. Dan, betapa terkejutnya pedagang itu. Di sudut rumah dekat tiang yang lapuk, terbaring Adin merintih kesakitan.  Saudagar itu pun bertanya keadaan Adin dan ke mana kedua sahabatnya yang lain.

Mula-mula Adin malu menceritakan peristiwa yang telah menimpa mereka. Tapi karena saudagar itu tidak asing lagi bagi mereka, bahkan kawan sepermainan mendiang ayahnya dulu ketika masih hidup, maka diceritakannyalah peristiwa itu dari awal sampai akhir.

Saudagar yang penyayang itu pun mengobati Adin serta ia mencukupi makannya. Dan setelah kesehatan Adin agak pulih, maka pergilah mereka ke tempat Adan berada. Di tempat itu, sungai tempat minum Adan telah berubah menjadi danau, Adan terkapar di situ yang masih dijaga Antang.

Saudagar itu mencoba menyapa Adan, tapi Adan tak bisa bicara lagi. Ia pun mengajak Adin dan Antang pulang, karena Adan sudah tidak memungkinkan lagi di bawa ke kampung, dengan berat hati mereka meninggalkan Adan seorang diri di tempat itu. Mereka hanya bisa berdoa semoga Adan kembali seperti sediakala.

Sebulan setelah Adan ditinggalkan seorang diri, turunlah hujan lebat yang tak henti-hentinya selama tiga siang tiga malam. Penduduk kampung tidak bisa melakukan pekerjaan seperti biasanya. Mereka hanya bisa berdiam diri di rumah sambil menunggu hujan reda. Malahan sebagian penduduk ada yang kehabisan makanan dan terpaksa tidak makan beberapa hari.

Karena hujan tak henti-hentinya, banjirpun melanda kampung mereka. Sungai tempat Adan ditinggalkan seorang diri menjadi sebuah danau besar. Adan pun hilang entah pergi ke mana.

Pada malam ketujuh setelah kampung kebanjiran, tepat pada tengah malam, suara riuh rendah gelak-bahak dan tingkah bunyi gong-celempong terdengar bersahut-sahutan. Arah suaranya terdengar bergerak dari danau tempat Adan menjadi naga menuju ke muara sungai hingga sampai ke sungai Kampar.

Setelah air surut, ramailah orang kampung pergi ke tempat Adan di tinggalkan. Rupanya Adan yang telah menjadi naga berpindah tempat terbawa arus air yang besar ke laut. Konon suara yang bergerincing riuh-rendah yang terdengar tengah malam itu adalah arak-arakan naga yang diiringi hantu dan setan menuju laut lepas.

Semenjak kejadian itu, maka daerah itu dinamakan orang negeri Nago Baghalio atau Naga Beralih***

[Sumber: Derichard H. Putra, dkk. 2007. Cerita Rakyat Daerah Riau. Pekanbaru: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Riau]

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *