Asal Mula Nama Bengkalis-Bengkalis

Mendengar lete emaknya dari kejauhan, ikan bilis berlari mengejar emaknya, dan tiba-tiba memeluk emaknya dari belakang.

“Emaaaaaaakkk,” jerit ikan bilis.

Bacaan Lainnya

Emak ikan bilis terkejut bukan kepalang. Dikira anaknya telah berubah pikiran, mungkin mau membunuhnya, atau apa. Namun, ikan bilis malah tersenyum sambil memalingkan mukanya. Melihat hal itu, emak ikan bilis bertambah heran. Sebelumnya bermuka masam eh malah sekarang tertawa.

“Bilis, mengapa dikau. Tersampuk jembalang mana pula dikau ni,” ujar emak ikan bilis geram.

Namun ikan bilis tidak menjawab, ia senyum tersipu malu.

 “Ada apa dikau nak,” kata emak ikan bilis lagi.

“Begini emak,” ucap ikan bilis lembut kepada emaknya.

“Emak! sebetulnya…” ikan bilis diam sejenak, ia tidak melanjutkan ucapannya.

“Sebetulnya apa…?” Tanya emak ikan bilis penasaran.

“Sebetulnya… aku kan dah besar, tengoklah kawan sepermainanku telah menikah semua. Malahan sudah ada yang punya anak lebih dari dua. Sedang aku…?” Ikan bilis diam menyurukkan mukanya ke tiang yang di hadapannya. Jari telunjuknya ia letakkan ke bibirnya. Ia malu mengutakaran kepada emaknya.

“Sedangkan dikau kenapa, bilis?” Celetuk emaknya lagi penuh perhatian.

“Sedang aku belum menikah. Jangankan menikah… teman perempuan saja belum punya.”

“Oh dikau nak menikah kiranya,” tebak emaknya.

“Iya…,” jawab bilis malu-malu.

“Itu bukanlah masalah bilis…!” Ujar emaknya.

“Kan anak gadis pamanmu banyak… Dikau bisa pilih satu yang mana yang dikau suka.”

“Itulah masalahnya emak.”

“Masalahnya apa,” kata emak bilis menatap mata anaknya.

“Aku ingin, istriku nanti tidak dari kampung kita ini. Aku mau dari negeri jauh, sangat jauh dari kampung kita. Jadi, aku ingin merantau ke Selat Melaka, mana tahu di sana saya menemukan gadis yang jelita dan mau menjadi pendampingku sehidup semati,” jelas ikan bilis panjang lebar kepada emaknya.

“Tapi anakku! Apa mungkin dikau bisa merantau sejauh itu. Bukankah negeri Melaka sekian purnama jauhnya dari kampung kita. Bukankah juga negeri orang tidaklah sebaik dan sedamai kampung kita.”

“Tapi emak… aku ingin beristri gadis Melaka.”

“Di kampung kita juga banyak gadis yang cantik-cantik tak lah kalah dari gadis-gadis di Melaka itu.”

“Tapi mak…,” kata bilis tersendat. “Ya, sudahlah kalau emak tak boleh,” ujar ikan bilis merajuk.

 Berhari-hari emak ikan bilis memikirkan keinginan anaknya. Karena keinginan anaknya begitu kuat, akhirnya emak ikan bilis pasrah dan menyerahkan keputusan itu kepada ikan bilis.

“Pergilah nak… Jika itu memang sudah pilihan dikau,” kata emaknya suatu hari.

“Tapi ingat nasehat emak. Jauh berjalan banyak yang nampak, lama hidup banyak dirasa. Dan jika keinginanmu telah tercapai, ingat emak di kampung. Bukankah setinggi-tinggi apapun bangau terbang akan kekubangan juga,” nasihat emak ikan bilis kepada anaknya.

“Ya emak… nasihat emak akan bilis ingat baik-baik.”

Besoknya berangkatlah bilis menuju Selat Melaka.

***

Sementara itu Pak Tuo sang nelayan sedang menebarkan jalanya di tengah laut yang sunyi. Malam itu tampaknya nasib Pak Tuo tak begitu baik. Tak seekor ikan pun berhasil ia tangkap. Sementara tubuhnya semakin menggil panas dingin. Ia menyesal tak mendengarkan perkataan istrinya.

Tiba-tiba dalam penyesalannya. Pak Tuo dikejutkan oleh suara ribut. Rupanya telah terjadi suatu peristiwa tabrakan yang dahsyat. Hiu yang datang dari Selat Melaka bertabrakan dengan ikan bilis yang datang dari Parit Bingkuang. Mereka bertabrakan di antara Selat Malaka dan Selat Bangka tidak jauh dari sampan Pak Tuo.

Kedua ikan itu terlibat perdebatan yang seru, saling menyalahkan. Tapi karena mereka mempunyai iktikad yang baik untuk menyelesaikan sengketa itu, perdebatan itu pun berubah menjadi pembicaraan yang hangat. Percakapan mereka didengar baik-baik oleh Pak Tuo.

 “Aduh sakitnya,” kata ikan bilis.

“Kenapa?” tanya ikan hiu.

“Badanku bengkak, terantuk ekor dikau,” keluh ikan bilis lagi.

 “Bengkak, Lis?” tanya hiu khawatir.

“Iya!” jawab ikan bilis.

“Apanya yang bengkak, Lis?” tanya hiu lagi.

Kedua ikan itu lalu istirahat sejenak. Mereka bercakap-cakap panjang lebar, dan akhirnya mereka saling mengerti bahwa keduanya sama-sama hendak pergi merantau. Ikan bilis dari Selat Bangka hendak ke Selat Melaka dan sebaliknya ikan hiu dari Selat Melaka hendak ke Selat Bangka.

Percakapan mereka terhenti ketika keduanya sepakat untuk pulang ke negeri masing-masing.

“Bukankah emak kita sama-sama menunggu kita di rumah,” kata ikan hiu.

“Kalau bukan kita siapa lagi yang akan membela dan menjaga beliau,” sambung ikan bilis lagi.

Sementara itu, setelah Pak Tuo yang mendengar percakapan tersebut langsung pulang. Sesampai di rumah, ia langsung bercerita kepada istrinya dan masyarakat sekitar di Parit Bengkuang. Karena ada peristiwa yang mengejutkan ini maka orang-orang di sana, sepakat memberi nama daerah tersebut Bengkalis yang berasal dari kata bengkak dan lis. Sejak kejadian itu, maka daerah tersebut bernama Bengkalis, yang juga dikenal dengan Negeri Junjungan atau Kota Terubuk***

[Cerita dikutip dari buku: Derichard H. Putra, dkk. 2007. Cerita Rakyat Daerah Riau. Pekanbaru: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Riau]

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar