Dedap Durhaka – Kepulauan Meranti

Ilustrasi. (foto: kosabudaya.id)

KONON, di Selat Bengkalis dekat Bandul di Tanjung Sekudis, hiduplah sepasang suami istri yang kehidupannya sangat sederhana. Di dalam pernikahannya, mereka dikaruniai seorang putra yang sangat tampan, bernama Dedap dan meskipun kehidupan mereka sangat pas-pasan, namun Dedap dibesarkan dengan kemanjaan dan dilimpahi kasih sayang yang berlebihan dari kedua orang tuanya. Mereka selalu berusaha mengabulkan setiap permohonan atau keinginan Dedap walaupun hidup yang sangat sederhana.

Tidak terasa waktu berlalu begitu cepat, Dedap tumbuh menjadi pemuda yang gagah namun sangat disayangkan Dedap memiliki sikap yang kurang terpuji. Kepada kedua orang tuanya Dedap selalu berlaku kasar dan sangat pemalas. Setiap hari kerjanya hanya bermain saja tidak pernah membantu pekerjaan ayah dan ibunya. Hingga pada suatu pagi ibunya menyuruh Dedap untuk menyusul ayahnya ke hutan untuk mengambil kayu bakar.

Bacaan Lainnya

“Dedap, pergilah nak ke hutan, susul ayahmu dan ambilkan ibu kayu bakar untuk memasak, karena kayu kita sudah habis,” ujar ibunya seraya menyiapkan bekal bungkusan nasi untuk suami dan Dedap. Namun, Dedap tetap tidak bergerak dari tempat tidurnya.

“Pergilah nak, ayahmu pasti sudah lapar dan sekarang dia pasti sedang menunggu nasi ini,” ujar ibunya.

“Ah… ibu, aku masih mengantuk, ibu sajalah yang pergi menyusul ayah aku malas,” jawab Dedap sambil membalikkan badannya membelakangi ibunya, sang ibu terdiam lalu mengambil bungkusan nasi dan langsung pergi. Dia hanya bisa menggelengkan kepalanya saja melihat kelakuan anaknya itu.

Setahun kemudian, Dedap menyampaikan hasrat hatinya untuk pergi merantau ke negeri seberang. Sebagaimana biasanya dilakukan oleh pemuda di kampungnya. Mereka biasanya apabila sudah dewasa, pergi merantau ke negeri seberang untuk mencari pengalaman dan pekerjaan di sana.

“Ayah, ibu, ada yang ingin aku bicarakan,” ucap si Dedap dari depan pintu. Kedua ibu-bapaknya bergegas keluar menghampiri Dedap, mereka tidak mau mendengar berteriak-teriak seperti itu, mereka merasa malu pada tetangga dengan sikap Dedap yang selalu kasar.

“Ada apa nak, sepertinya penting sekali,” ujar ayahnya.

“Aku mau ke negeri seberang, aku sudah muak dengan kehidupan kita yang sekarang ini,” jawab dedap dengan ketus. Ibunya tersentak mendengar perkataan Dedap.

“Apa? Ke negeri seberang, mengapa tidak mencari kerja di kampung kita ini saja nak,” ujar ibunya.

“Tidak bu, aku tidak mau kerja di kampung kita ini, coba ibu lihat kehidupan orang-orang di sini tidak pernah berkembang,” jawabnya.

Dengan berat hati kedua orang tua Dedap akhirnya melepaskan Dedap pergi merantau. Ketika ada kapal saudagar dari negeri seberang datang, maka berangkatlah Dedap. Ibu dan ayahnya mengantarkan Dedap ke kapal, ibunya membuatkan Dedap bekal panggang keluang serta pais dedak kesukaan Dedap.

“Ini nak, bekal untuk diperjalanan nanti, semuanya makanan  kesukaan mu,” ujar ibu Dedap sambil berurai airmata. Tak lama kemudian berangkatlah kapal yang ditumpangi Dedap ke negeri seberang, kedua orang tuanya hanya bias melambaikan tangannya sambil menghapus airmata. Tetapi Dedap tidak kelihatan rasa sedih sedikitpun untuk meninggalkan kedua orang tua yang telah membesarkannya.

Beberapa tahun kemudian, tersebarlah berita bahwa kapal yang ditumpangi Dedap telah bersandar  di kampung halamannya. Mendengar berita itu kedua orang tua Dedap bergegas pergi kepelabuhan dengan membawakan makanan kesukaannya. Terbayang sudah di mata mereka, wajah Dedap yang selama ini mereka rindukan. Semuanya terasa bagaikan mimpi mendengar Dedap berhasil di negeri seberang. Sudah menjadi saudagar yang kaya dan memiliki istri yang cantik. Maka berperahulah mereka mendatangi kapal Dedap dengan rasa bangga. Akhirnya mereka sampai dipelabuhan tempat kapal Dedap bersandar.

Tapi, apa yang terjadi. Semua yang mereka bayangkan sama sekali tidak seperti khayalan mereka. Sengan sombongnya Dedap mengusir mereka sambil berkata.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *